Sabtu, 26 November 2011

TEORI HUMANISME (SOCIAL COGNITIVE) ALBERT BANDURA

TEORI HUMANISME (SOCIAL COGNITIVE)
ALBERT BANDURA

I.Latar Belakang

Manusia sering kali mengalami perubahan jalan hidup secara permanen lantaran pertemuan kebetulan dengan orang lain atau karena kejadian-kejadian tak terduga. Pertemuan yang kebetulan dan kejadian tak terduga sering kali mengarahkan dengan siapa seseorang menikah, karier apa yang dikejar, dimana mereka tinggal dan bagaimana cara menjalani hidupnya.

Teori kognitif sosial Albert Bandura menyoroti pertemuan yang kebetulan (chance encounters) dan kejadian tak terduga (fortuitous events) dengan serius meskipun tahu bahwa pertemuan dan peristiwa ini tidak serta merta mengubah jalan hidup manusia. Cara manusia bereaksi terhadap pertemuan atau kejadian yang diharapkan itulah yang biasanya lebih kuat daripada peistiwanya sendiri.

Teori kognitif sosial berdiri di atas asumsi-asumsi dasar. Pertama, karakteristik menakjubkan dari manusia adalah keplastisannya, yaitu fleksibilitas untuk mempelajari beragam perilaku di beragam situasi. Bandura setuju dengan Skinner, bahwa manusia dapat dan sudah belajar lewat pengalaman langsung, namun dia menekankan lebih banyak kepada pembelajaran yang terencana, yaitu belajar dari mengamati orang lain. Bandura juga menekankan gagasan bahwa penguatan bisa beragam. Bahwa penguatan bisa terjadi dengan mengamati pribadi lain menerima penghargaan. Penguatan tidak langsung ini juga memberikan kontribusi yang penting bagi titik-titik penting pembelajaran manusia.

Kedua, melalui model penyebab resiprok triadik yang terdiri atas perilaku, lingkungan, dan factor-faktor kepribadian, manusia memiliki kapasitas untuk mengatur hidup mereka. Manusia dapat mentrasformasi kejadian-kejadian yang sudah berlalu menjadi cara-cara yang relatif konsisten untuk mengevaluasi dan meregulasi lingkungan sosial-budaya mereka. Tanpa kemampuan seperti ini, manusia hanya akan sanggup bereaksi terhadap pengalaman-pengalaman indrawi saja sehingga tidak mampu mengantisipasi peristiwa, menciptkan gagasan baru atau menggunakan standar-standar internal untuk mengevaluasi pengalaman mereka saat ini. Dua kekuatan lingkungan yang penting dalam model triadik ini adalah pertemuan kebetulan dan peristiwa tak terduga.

Ketiga, teori kognitif sosial menggunakan perspektif keagenan, artinya manusia memiliki kapasitas untuk melatih pengontrolan atas alam dan kualitas hidup mereka sendiri. Manusia adalah produsen sekaligus produk system sosial. Komponen penting model penyebab resiprok triadik ini adalah kepercayaan diri. Performa manusia umumnya berkembang ketika mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi, yaitu keyakinan bahwa mereka dapat menampilkan perilaku yang akan menghasilkan perilaku yang diinginkan dalam situasi tertentu. Selain kepercayaan diri, tindak perwakilan, dan penghargaan kolektif juga dapat digunakan untuk memprediksi perilaku. Dengan tindak perwakilan, manusia dapat bersandar kepada orang lain atas penyediaan barang dan jasa, sedangkan Efficacy-kolektif mengacu pada keyakinan bersama bahwa orang lain dapat membawa perubahan.

Keempat, manusia mengatur hubungan mereka melalui faktor-faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal mencakup lingkungan fisik dan sosial, sedangkan faktor internal mencakup pengamatan diri, penilaian, reaksi diri.
Kelima, ketika manusia menemukan dirinya dalam situasi ambigu secara moral, mereka selalu berupaya mengatur perilaku mereka melalui tindakan moral, yang mencakup pendefinisian ulang perilaku, pengabaian atau pendistorsian konsekuensi perilaku, pendehumanisasian atau menyalahkan korban atas perilaku mereka, dan pengalihan atau pelemparan tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka.

II Biografi Albert Bandura

Albert Bandura lahir 4 Desember 1925 di Mundare, kota kecil di dataran rendah sebelah utara Albert, satu-satunya anak laki-laki sekaligus bungsu di antara 5 kakak perempuannya. Kedua orang tuanya sudah beremigrasi dari Eropa Timur ketika mereka masih berusia remaja. Ayahnya dari Polandia dan ibunya dari Ukraina. Bandura didukung kakak-kakak perempuannya untuk menjadi pribadi yang mandiri dan percaya diri. Dia juga sudah belajar mengarahkan diri selama masih sekolah di kota kecil itu yang hanya memiliki sedikit guru dan sumber daya pendidikan. Di SMA saja, dia hanya memiliki dua guru yang mengajar seluruh kurikulum. Dengan lingkungan seperti ini, inisiatif belajar menjadi sangat tinggi pada siswa, sebuah situasi yang sangat cocok bagi pelajar brilian seperti Bandura. Siswa-siswa lain tampaknya juga sangat termotivasi dengan atmosfer ini, dan akhirnya semua teman kelas Bandura dapat menempuh kuliah, sebuah pencapaian yang tidak lazim selama awal tahun 1940-an.
Setelah lulus SMA, Bandura menghabiskan musim panas di Yukon dengan bekerja di tempat pembuatan jalan raya negara. Pengalaman ini membawanya berkenalan dengan banyak karakter pekerja keras, kebanyakan adalah para pengutang yang melarikan diri karena tidak bisa lagi membayar utang mereka, laki-laki yang sudah bercerai tetapi harus memberikan tunjangan kepada mantan istrinya, atau orang-orang yang bermasalah dengan hidupnya. Meskipun rekan-rekan pekerjanya itu menunjukkan berbagai tingkatan psikopatologi yang mendorong Bandura tertarik untuk belajar psikologi klinis, saat itu Bandura belum memutuskan untuk menjadi psikolog karena panggilan ini baru disikapinya setelah dia melangkahkan kakinya di University of British Columbia, Vancouver.

Bandura sendiri menceritakan kepada Richard Evans (Evans, 1989) bahwa keputusannya untuk menjadi seorang psikolog adalah peristiwa yang kebetulan. Ini sungguh hasil dari kejadian tak terduga karena awalnya dia ingin mendaftar jurusan teknik yang banyak digandrungi saat itu. Selesai mendaftar dia pun berjalan-jalan mengelilingi seluruh kampus. Karena waktu itu perkuliahan sudah mendekati akhir semester, sedangkan dia tidak memiliki aktivitas lain di Vancouver, maka dia memutuskan untuk coba-coba mengikuti salah satu ruang perkuliahan yang masih buka. Itulah kelas psikologi dan sejak saat itu Bandura merasa nyaman dengan tema perkuliahan ini sehingga beberapa minggu kemudian dia mengubah aplikasi lamaran kuliahnya dari teknik menjadi psikologi. Bandura kemudian mulai menyadari kejadian tak terduga (seperti yang dialaminya sendiri dengan mengambil jurusan psikologi) memberikan pengaruh yang penting bagi hidup manusia.

Setelah lulus S-1 dari British Columbia hanya dalam waktu 3 tahun, Bandura mencari program S-2 di bidang psikologi klinis yang memiliki dasar teori belajar yang kuat. Dosen pembimbingnya menyarankan dia kuliah di University of Iowa sehingga dia pun pergi meninggalkan Kanada menuju Amerika Serikat. Bandura sanggup menyelesaikan gelar masternya pada tahun 1951 dan Ph.D. di bidang psikologi klinis tahun berikutnya di usianya yang ke-27. Kemudian dia menghabiskan satu tahun berikutnya di Wichita Guidance Center. Pada tahun 1953, dia bergabung dengan fakultas psikologi di Stanford University, tempatnya berkarya seumur hidup, kecuali satu tahun dia sempat bekerja sebagai Rekanan di Center for Advanced Study in the Behavioral Sciences.

Kebanyakan publikasi awal tulisan Bandura berisi psikologi klinis, utamanya membahas psikoterapi dan tes Rorschach. Kemudian pada tahun 1958 dia bekerja sama dengan Richard H. Walters, salah satu mahasiswa program doctoral yang dibimbingnya, menerbitkan sebuah tulisan tentang para penjahat yang agresif. Tahun berikutnya buku mereka, Adolescent Aggression (1959), terbit. Sejak saat itu, Bandura terus melanjutkan penulisan buku dengan beragam topik, sering kali bekerja sama dengan mahasiswa program doktoralnya sendiri. Buku-bukunya yang paling berpengaruh meliputi Social Learning Theory (1977), Social Foundation of Thought and Action (1986), dan Self-Efficacy: The Exercise of Control (1997).
Bandura banyak dipercaya memegang lusinan jabatan penting di lingkungan masyarakat ilmiah Kanada yang prestisius, bahkan pernah dipercaya juga menjadi Presiden American Psychological Association (APA) tahun 1974, Presiden Western Psychological Association (WPA) tahun 1980, dan Presiden Kehormatan Canadian Psychological Association (CPA) tahun 1999. Selain itu, Bandura juga menerima lusinan gelar kehormatan dari beragam universitas prestisius dari seluruh dunia, melengkapi lusinan penghargaan prestisius lain yang diperolehnya, seperti Guggenheim Fellowship tahun 1972, Distinguished Scientific Contribution Award dari Divisi 12 (Klinis) APA di tahun yang sama, Award for Distinguished Scientific Contribution dari APA tahun 1980, dan Distinguished Scientific Award of Society of Behavior Medicine. Dia juga terpilih menjadi Rekanan Kehormatan American Academy of Arts and Sciences sejak 1980.

Selain itu, Bandura juga memenagkan Distinguished Cintribution Award dari International Society for Research on Aggression; William James Award of the American Psychological Science untuk pencapaian luar biasa dalam ilmu psikologi; Robert Thorndike Award for Distinguished Contribution of Psychologyl to Education dari APA; dan James Mc Keen Cattel Fellow Award 2003-2004 dari American Psychological Society (APS). Dia juga terpilih sebagai anggota kehormatan American Academy of Arts and Sciences dan Institute of Medicine of the National Academy of Sciences. Sejak 2004, APS bekerja sama dengan PsyChi-The National Honor Society in Psychology, memulai pemberian penghargaan kepada mahasiswa-mahasiswa program doctoral berprestasi dengan nama Albert Bandura Graduate Research Award. Saat ini Bandura dipercaya mengetuai program David Starr Jordan Professorship of Social Sciences in Psychology di Stanford University.

III.Penjelasan Bandura tentang Belajar Observasional
Observational learning sering disebut social learning atau vicarious learning. Observational learning dan modeling adalah inti social cognitive theory, yaitu pendekatan yang menggabungkan teori belajar dan proses berpikir.
Menurut Bandura (1977), manusia maupun binatang dapat belajar dengan cara mengobservasi/mengamati konsekwensi dari perilaku orang lain (model). Dalam observational learning, seseorang mengamati dan kemudian meniru perilaku orang lain (model). Bisa juga, seseorang tidak meniru perilaku secara cepat; melainkan disimpan dulu dalam memori dan menirunya setelah berlalu sekian waktu.
Menurut Albert Bandura, belajar tidak hanya mengaitkan respon dengan stimulus. Melainkan seseorang akan memilih dan mengolahnya menjadi representasi mental dan konsekwensinya. Artinya, respon tertentu akan diikuti oleh konsekwensi tertentu pula. Belajar dan perilaku ditentukan oleh informasi yang diperoleh dari stimuli, menginterpretasikannya, dan harapan yang muncul setelah interpretasi. Manusia mengatur perilakunya berdasarkan tujuan untuk memotivasi dan memberikan reward bagi dirinya sendiri. Berarti, manusia menjadi self-motivators dan self-reinforcers.
Pada poin ini Bandura menggunakan dua istilah imitasi dan belajar observasional dalam arti yang serupa, akan tetapi harus dibedakan antara dua konsep tersebut. Menurut Bandura, belajar observasional mungkin menggunakan imitasi atau mungkin juga tidak. Misalnya, saat mengendarai mobil di jalan Anda mungkin melihat mobil di depan Anda menabrak tiang, dan berdasarkan observasi ini Anda mungkin akan berbelok untuk menghindarinya agar tidak ikut menabrak. Dalam kasus ini Anda belajar dari observasi Anda, namun Anda tidak meniru apa yang telah Anda amati. Apa yang Anda pelajari, kata Bandura, adalah informasi, yang diproses secara kognitif dan Anda bertindak berdasar informasi ini demi kebaikan diri Anda. Jadi, belajar observasional lebih kompleks ketimbang imitasi sederhana, yang biasanya hanya berupa menirukan tindakan orang lain.

Observasi Empiris (Eksperimen Bandura)
Dalam eksperimen ini, anak-anak melihat sebuah film yang menampilkan seseorang sebagai model yang sedang memukul dan menendang boneka besar. Dalam teori Bandura, model adalah apa saja yang menyampaikan informasi, seperti orang, film, televise, pameran, gambar, atau instruksi. Dalam kasus ini, film itu menunjukkan agresivitas seorang model dewasa. Satu kelompok anak melihat model yang agresif itu diperkuat. Kelompok kedua melihat model yang agresif itu dihukum. Kelompok ketiga melihat konsekuensi netral atas tindakan agresif si model itu; yakni model tidak diperkuat atau tidak dihukum. Kemudian, anak-anak dalam ketiga kelompok itu dipertemukan dengan sebuah boneka besar, dan tingkat agresivitas mereka terhadap boneka itu lalu diukur. Seperti yang diduga, anak yang melihat model diperkuat setelah melakukan tindak agresif cenderung menjadi anak yang paling agresif, anak yang melihat model dihukum cenderung paling tidak agresif, sedangkan bagi anak yang melihat konsekuensi netral dari model, tingkat agresivitasnya berada di antara posisi dua kelompok lain itu. Studi ini menarik karena ia menunjukkan bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh pengalaman tak langsung atau pengalaman pengganti. Dengan kata lain, apa yang mereka lihat dilakukan atau dialami orang lain akan mempengaruhi perilaku mereka. Anak dalam kelompok pertama mengamati vicarious reinforcement (penguatan pengganti atau tak langsung) dan ini menambah agresivitas mereka; anak dalam kelompok kedua melihat vicarious punishment (hukuman pengganti atau tak langsung) dan ia menghambat agresivitas mereka. Meskipun anak tidak mengalami langsung penguatan dan hukuman, namun hal itu memodifikasi perilaku mereka.
Fase kedua studi tersebut didesain untuk menjelaskan perbedaan belajar-performa. Dalam fase ini, semua anak diberi insentif yang menarik agar mereproduksi (meniru) perilaku dari si model, dan mereka semua melakukannya. Dengan kata lain, semua anak telah belajar respon agresif model, tetapi mereka melakukannya dengan cara berbeda-beda, tergantung pada apakah mereka sebelumnya telah melihat model itu diperkuat, dihukum, atau mendapat konsekuensi netral.
Jadi, menurut Bandura, belajar observasional terjadi di sepanjang waktu. “Setelah kapasitas untuk belajar observasional berkembang penuh, seseorang akan selalu belajar dari apa-apa yang mereka saksikan”. Menurut Bandura, belajar observasioanal tidak membutuhkan respon nyata atau penguatan.

 Persyaratan melakukan Obeservational Learning
Bandura (1986) menemukan empat proses yang mengatur pembelajaran dengan mengamati; yaitu perhatian, representasi, proses pembentukan perilaku, dan motivasi.

a.Perhatian (Atensional)
Sebelum sesuatu dapat dipelajari dari model, model itu harus diperhaatikan. Bandura menganggap belajar adalah proses yang berlangsung, tetapi dia menunjukkan bahwa hanya yang diamati sajalah yang dapat dipelajari. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi mosel itu diperhatikan? Pertama, kapasitas sensoris seseorang akan mempengaruhi attensional process (proses memperhatikan). Misal; stimuli modeling yang digunakan untuk mengajari orang tuna netra atau tuna rungu akan berbeda dengan yang digunakan untuk mengajari orang yang normal penglihatan dan pendengarannya. Kedua, perhatian selektif pengamat bisa dipengaruhi oleh penguatan di masa lalu. Misalnya, jika aktivitas yang lalu yang dipelajari lewat observasi terbukti berguna untuk mendapatkan suatu penguatan, maka perilaku yang sama akan diperhatikan pada situasi modeling berikutnya. Dengan kata lain, penguatan sebelumnya dapat menciptakan tata-situasi perceptual dalam diri pengamat yang akan mempengaruhi observasi selanjutnya. Ketiga, karakteristik model juga akan mempengaruhi sejauh mana mereka akan diperhatikan. Riset telah menunjukkan bahwa model akan lebih sering diperhatikan jika mereka sama dengan pengamat (jenis kelamin, usia), orang yang dihormati atau memiliki status tinggi, memiliki kemampuan lebih, dianggap kuat dan atraktif. Secara umum Bandura (1986) mengatakan’Orang memperhatikan model yang dianggap efektif dan mengabaikan model yang penampilan atau reputasinya tidak bagus.Orang akan lebih memilih model yang lebih mampu dalam meraih hasil yang bagus ketimbang model yang sering gagal.”

b.Proses Retensional
Agar informasi yang sudah diperoleh dari observasi bisa berguna, informasi itu harus diingat atau disimpan. Bandura berpendapat bahwa ada retensional process (proses retensional) dimana informasi disimpan secara simbolis melalui dua cara, secara imajinal (imajinatif) dan secara verbal. Simbol-simbol yang disimpan secara imajinatif adalah gambaran tentang hal-hal yang dialami model, yang dapat diambil dan dilaksanakan lama sesudah belajar observasional terjadi. Setelah informasi disimpan secara kognitif, ia dapat diambil kembali, diulangi, dan diperkuat beberapa waktu sesudah belajar observasional terjadi. Menurut Bandura (1977), “Peningkatan kapasitas simbolisasi inilah yang memampukan manusia untuk mempelajari banyak perilaku melalui observasi”. Simbol-simbol yang disimpan ini memungkinkan terjadinya delayed modeling (modeling yang ditunda), yakni kemampuan untuk menggunakan informasi lama setelah informasi itu diamati.

c.Proses Pembentukan Perilaku
Behavioral production process (proses pembentukan perilaku) menentukan sejauh mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan atau performa. Bandura berpendapat bahwa jika seseorang diperlengkapi dengan semua apparatus fisik untuk memberikan respon yang tepat, dibutuhkan satu periode rehearsal (latihan repetisi) kognitif sebelum perilaku pengamat menyamai perilaku model. Menurut Bandura, symbol yang didapat dari modeling akan bertindak sebagai template (cetakan) sebagai pembanding tindakan. Selama proses latihan ini individu mengamati perilaku mereka sendiri dan membandingkannya dengan representasi kognitif dari pengalaman si model. Setiap diskrepansi antara perilaku seseorang itu dengan perilaku model akan menimbulkan tindakan korektif. Proses ini terus berlangsung sampai ada kesesuaian yang sudah memuaskan antara perilaku pengamat dan model. Jadi, retensi simbolis atas pengalaman modeling akan menciptakan pingkaran “umpan balik” yang dapat dipakai secara gradual untuk menyamakan perilaku seseorang dengan perilaku model, dengan menggunakan observasi diri dan koreksi diri.

d. Motivasi (Motivasional)
Pembelajaran dengan mengamati paling efektif ketika subjek yang belajar termotivasikan untuk melakukan perilaku yang dimodelkan. Perhatian dan perepresentasian memang dapat memimpin kita pada ketepatan pembelajaran. Namun, performa harus difasilitasi oleh motivasi agar mampu mewujudkan perilaku yang diinginkan. Meskipun pengamatan terhadap orang lain dapat mengajarkan kita bagaimana melakukan sesuatu, tapi mungkin kita tidak memiliki keinginan untuk melakukan tindakan yang dibutuhkan. Seseorang dapat mengamati orang lain dalam menggunakan gergaji listrik atau penyedot debu namun tidak termotivasikan untuk mengupayakan aktivitas tersebut.

Inti dari belajar observasional melibatkan perhatian, retensi (pengingatan/penyimpanan), kemampuan behavioral, dan insentif. Maka dari itu, jika belajar observasional tidak terjadi, itu bisa lantaran pengamat tidak mengamati aktivitas model yang relevan, tidak mengingatnya, serta tidak bisa melakukannya atau karena tidak punya insentif yang pas untuk melakukannya.

IV. Aplikasi Praktis dari Belajar Observasional
 Apa yang didapat dari modeling
Modeling memberi beberapa efek bagi pengamat. Respon baru mungkin muncul setelah menyaksikan seorang model diperkuat setelah melakukan tindakan tertentu. Jadi, acquisition (akuisisi) perilaku berasal dari penguatan tak langsung. Sebuah respon mungkin tak muncul ketika melihat seorang model dihukum karena memberikan respon tersebut. Dengan demikian, hasil yang terhalangi tersebut merupakan akibat daripada hukuman tersebut. Melihat seorang model melakukan aktivitas yang berbahaya tetapi tidak mengalami cedera akan bisa mereduksi rasa takut si pengamat untuk melakukan aktivitas itu. Reduksi rasa takut yang berasal dari pengamatan atas tindakan model dalam aktivitas yang ditakuti dinamakan disinhibition (disinhibisi). Seorang model mungkin juga bisa memicu respons itu. Dalam kasus ini, model meningkatkan kemungkinan si pengamat akan melakukan respon yang sama. Ini dinamakan facilitation (fasilitasi). Modeling juga dapat menstimulasi creativity (kreativitas) dengan cara menunjukkan kepada pengamat beberapa model yang menyebabkan pengamat mengadopsi kombinasi berbagai karakteristik atau gaya.
Penggunaan modeling untuk menyampaikan informasi telah dikritik karena umumnya memicu tindakan imitasi belaka, kecuali untuk beberapa orang yang memang kreatif. Namun kritik ini disanggah melalui bukti dari konsep abstract modeling (modeling abstrak), di mana orang mengamati model yang melakukan berbagai macam respons yang memiliki kaidah atau prinsip umum. Misalnya, model dapat memecahkan suatu problem dengan menggunakan cara tertentu, atau menciptakan kalimat dengan gaya bahasa tertentu. Dalam situasi ini pengamat biasanya mempelajari apa kaidah atau prinsip yang dicontohkan dalam berbagai pengalaman modeling itu. Kemudian diketahui bahwa ternyata setelah kaidah atau prinsip itu dikuasai oleh pengamat, ia bisa diaplikasikan untuk situasi yang berbeda. Misalnya, setelah satu strategi pemecahan masalah dikuasai melalui pengamatan pengalaman modeling, cara itu bisa dipakai secara efektif untuk memecahkan problem yang berbeda dari situasi sebelumnya. Jadi, modeling abstrak mengandung tiga komponen; (1) mengamati berbagai macam situasi yang memiliki kaidah atau prinsip sama; (2) mengambil inti sari kaidah atau prinsip dari berbagai pengalaman yang berbeda; (3) menggunakan kaidah atau prinsip itu dalam situasi yang baru dan berbeda.

V. Self-Efficacy
Aspek keyakinan akan kemampuan diri merupakan salah satu karakteristik kepribadian. Aspek tersebut dinamakan self- efficacy. Bandura menjelaskan bahwa pada dasarnya self-efficacy menentukan bagaimana orang merasakan, berpikir, memotivasi diri dan berperilaku. Perbedaan yang nyata, seseorang yang ragu akan kemampuan dirinya, cenderung akan menjauh dari tugas-tugas yag sulit yang mana hal itu dipandang sebagai ancaman pribadi bagi dirinya. Mereka memiliki aspirasi yang rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan yang mereka pilih untuk dikejar.



 Dimensi Self-Efficacy
Self-efficacy bervariasi untuk masing-masing individu berdasarkan beberapa dimensi yang dimiliki, implikasi penting pada performansi atau kinerja. Bandura mengemukakan bahwa dalam pengharapan efficacy terkandung tiga dimensi yang mempunyai implikasi penting bagi performance seseorang.

a. Magnitude, yaitu dimensi yang berhubungan dengan tingkat kesulitan tugas. Jika seseorang dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka pengharapan efficacy-nya akan jatuh pada tugas-tugas yang mudah, sedang ataupun sulit sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan.

b.Generality, yaitu dimensi yang berhubungan dengan luas bidang tingkah laku khusus, sementara orang lain dapat menyebar meliputi berbagai bidang tingkah laku.

c.Strength, yaitu derajat kemantapan individu terhadap keyakinan atau pengharapan. Dimensi ini biasanya akan berkaitan langsung dengan dimensi magnitude, makin tinggi taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan untuk menyelesaikan suatu tugas.

 Sumber Self-Efficacy
Bandura menjelaskan bahwa keyakinan seeorang terhadap kemampuan mereka dalam melaksanakan tugasnya, dikembangkan oleh 4 sumber utama yaitu :

a. Mastery Experience (penguasaan pengalaman)
Merupakan sumber efficacy yang utama, karena berdasarkan pada pengalaman individu. Secara umum, prestasi yang diperoleh dengan hasil baik meningkatkan penghargaan efficacy, hal terjadi sebaliknya bagi yang mengalami kegagalan, memiliki kecenderungan pengharapan efficacy yang rendah.

b.Vicarious Experiences
Diperoleh melalui Behavioral Models yaitu melalui pengamatan orang lain yang mampu melakukan aktivitas dalam situasi yang menekan tanpa mengalami akibat yang merugikan dapat menumbuhkan pengharapan bagi pengamat, sehingga akan timbul keyakinan bahwa nantinya ia juga akan berhasil jika dia berusaha secara intensif dan tekun. Proses modeling tersebut mempunyai pengaruh yang kuat terhadap self efficacy. Bertambahnya derajat self efficacy disebabkan oleh pengamatan terhadap keberhasilan orang lain dan sebaliknya menurunnya derajat self efficacy disebabkan oleh pengamatan akan derajat kegagalan akan kemampuan orang lain.

c.Social Persuasion
Self efficacy dapat diperoleh melalui sosial persuasi. Kepercayaan diri orang lain dapat menambah atau mengurangi self-efficacy, yaitu :
1. Peringatan atau kritik dari sumber yang dipercaya dapat menambah kekuatan self-efficacy.
2. Perilaku yang dipaksa agar tampak seperti perilaku realistis dapat mengurangi kekuatan self-efficacy.
Sosial persuasi paling efektif jika dikombinasikan dengan performansi keberhasilan dan dapat meyakinkan individu untuk berbuat sesuatu dan apabila perilaku tersebut berhasil, maka pencapaian reward verbal akan menambah keyakinannya.

d. Keyakinan Fisik dan Emosional.
Perasaan yang kuat biasanya memiliki performansi yang lebih rendah; ketika pengalaman seseorang menunjukkan ketakutan yang hebat, kecemasan yang sangat atau rasa stres mencapai puncaknya. Mereka memiliki kecendrungan pengharapan akan efficacy yang rendah. Individu lebih mengharapkan akan berhasil jika tidak mengalami gejolak daripada jika mereka menderita tekanan, goncangan dan kegelisahan yang mendalam.

 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self-Efficacy
Self-efficacy dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Sifat tugas yang dihadapi, ada sebagian situasi-situasi atau jenis tugas yang menuntut kinerja yang lebih sulit dan berat daripada tugas yang lain. Jenis tugas tersebut mengandung tingkat kesulitan dan tantangan yang berbeda-beda, aspek kompetitif.

b. Intensif eksternal, yang berupa reward yang diberikan oleh orang lain untuk merefleksikan keberhasilan seseorang dalam melakukan tugas yang diberikan kepadanya.

c. Status atau peran individu dalam lingkungan, semakin tinggi status sosial seseorang, makin tinggi rasa percaya diri dan makin besar penghargaan dari orang lain dan sebaliknya, semakin rendah rasa percaya diri, maka semakin kecil penghargaan orang lain.

d.Informasi tentang kemampuan dirinya, self-efficacy seseorang akan meningkat/menurun jika ia mendapat informasi yang positif/negatif mengenai dirinya.

VI. Aplikasi dalam Dunia Pendidikan
Bandura percaya bahwa segala sesuatu yang dapat dipelajari melalui pengalaman langsung juga bisa dipelajari secara tak langsung lewat observasi. Bandura juga percaya bahwa model akan amat efektif jika memiliki kehormatan, kompetensi, status tinggi, atau kekuasaan. Dalam pendidikan guru dapat menajadi model yang berpengaruh besar. Melalui perencanaan yang cermat terhadap materi yang akan disajikan, guru dapat lebih dari sekedar menyampaikan materi rutin. Guru dapat menjadi model untuk suatu keahlian, strategi pemecahan masalah, kode moral, standar performa, aturan dan prinsip umum, dan kreativitas. Guru dapat menjadi model tindakan, yang akan diinternalisasikan siswa dan menjadi standar evaluasi diri. Misalnya, standar yang telah diinternalisasikan ini akan menjadi basis untuk kritik diri atau penghargaan diri. Ketika tindakannya tidak memenuhi standar, pengalaman itu akan dihukum. Jadi, menurut Bandura, sebagaimana menurut teoritisi Gestalt dan Tolman, penguatan intrinsik lebih penting daripada penguatan ekstrinsik. Menurut Bandura, penguatan ekstrinsik justru bisa jadi mereduksi motivasi belajar siswa. Pencapaian tujuan personal juga bisa menguatkan, dan karenanya guru sebaiknya membantu siswa merumuskan tujuan yang tidak terlalu sulit atau tak terlalu mudah untuk dicapai. Formulasi ini, tentu saja perlu dirumuskan secara individual untuk masing-masing siswa.

Belajar observasional diatur oleh empat variabel yang harus diperhatikan oleh guru. Proses attensional (perhatian) akan menentukan apa yang akan diamati oleh siswa, dan proses itu akan bervariasi seiring dengan pendewasaan dan pengalaman belajar sebelumnya. Bahkan jika sesuatu diperhatikan dan dipelajari, sesuatu itu harus dipertahankan atau disimpan dan diingat untuk dipakai nanti; jadi proses retensi juga penting. Menurut Bandura, retensi sebagian besar ditentukan oleh kemampuan verbal seseorang. Jadi, guru harus memperhatikan kemampuan verbal siswa saat akan merencanakan modeling. Bahkan jika sesuatu itu diperhatikan dan telah disimpan, siswa mungkin tidak punya keterampilan motor yang dibutuhkan untuk mereproduksi keterampilan yang telah dipelajari tersebut. Jadi, guru harus mengetahui proses pembentukan perilaku siswa. Yang terakhir jika siswa memperhatikan, menyimpan, dan mampu melakukan perilaku yang dipelajari lewat observasi itu, siswa harus punya intensif (dorongan) untuk melakukannya. Jadi, guru harus mengetahui proses motivasional. Pada poin ini pengutan ekstrinsik mungkin ada gunanya. Misalnya, siswa mungkin mau menunjukkan apa yang telah mereka pelajari jika mereka diberi nilai, tanda jasa, pujian, atau penghargaan oleh guru. Tetapi, perhatikan bahwa pengutan ekstrinsik dipakai untuk mempengaruhi kinerja, bukan untuk mempengaruhi belajar.

VII. Kesimpulan
Belajar observasional memiliki banyak implikasi edukasional, tetapi untuk menggunakannya secara efektif di kelas, guru perlu mempertimbangkan proses attensional, retensional, proses pembentukan perilaku dan mottivasional dari siswa. Dengan mengingat ini, film, televisi, ceramah, tape, demontraasi, dan display dapat dipakai sebagai model yang efektif untuk tujuan pendidikan.

Kamis, 10 November 2011

Teori cooperative-learning

Dalam paradigma lama dunia pendidikan, seorang gurulah yang memiliki peranan penting dalam kegiatan proses belajar mengajar. Guru bertugas memindahkan pengetahuan kepada siswa, sementara siswa pasif menerima (teacher center). Seorang anak diibaratkan seperti kertas kosong yang putih dan siap menunggu coret-coretan dari gurunya. Namun tuntutan dan tantangan dunia pendidikan saat ini sudah semakin berubah. Oleh karena itu kita tidak bisa lagi mempertahankan paradigma lama tersebut. Banyak sekali pakar pendidikan yang berpendapat bahwa pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center) jauh lebih baik jika dilaksanakan. Hal ini karena dengan siswa ikut terlibat aktif, siswa bisa belajar membangun dan mengkonstruksi pengetahuan sendiri sehingga akan jauh lebih bermakna. Salah satu upaya yang bisa dilakukan guru untuk mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar adalah membuat siswa belajar berkelompok dan bekerja bersama melakukan kegiatan belajar. Belajar dengan bekerja sama inilah yang lazim disebut dengan cooperative-learning.

peraMengapa cooperative-learning ini dianggap perlu dan penting dalam pendidikan? Pertama-tama karena manusia adalah mahluk sosial. Tidak ada seorangpun yang bisa hidup sendiri tanpa melakukan kerja sama. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, dll. Kedua, lewat belajar bekerja sama akan muncul berbagai sikap sosial yang positif, di antaranya sikap saling menghargai, menghormati, toleransi, tenggang rasa, kemampuan mengendalikan emosi, kesediaan untuk saling berbagi, simpati, dan empati (kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, memikir apa yang dipikirkan orang lain, berkehendak seperti yang dikehendaki orang lain).

Ketiga adanya dasar pemikiran "getting better together", yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dalam suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh, dan mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat. Dan keempat karena tidak ada seorang pun yang sejak lahir mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan baik. Untuk itu kemampuan kerja sama itu harus dipelajari. Seperti salah satu pilar pendidikan menurut Unesco (learning to live together) yang berarti belajar untuk mampu hidup bermasyarakat.

Bukan pahlawan tanpa tanda jasa

BUKAN PAHLAWAN TANPA TANDA JASA
Perjuangan spertinya kata yang tidak pernah lepas dari keseharian para pejuang yang katanya tanpa tanda jasa ini. Guru terus dan terus selalu dituntut berjuang mengembangkan kurikulum yang mungkin saja belum berkembang, untuk satu tahun, satu smester dan setiap harinya guru dituntut berjuang untuk mengembangkan prangkat pembelajaran bahkan ketika dikelaspun guru terus berjuang keras .

Entah mungkin karena kata pahlawan yang sudah terlanjur melekat pada guru yang menyebabkan guru juga harus berjuang meski hanya sekedar menuntut hak-haknya.

Dia adalah seorang guru yang merangkap sebagai ibu rUmah tangga harus berjuang keras ketika ingin naik pangkat sekaligus penyesuaian ijazah, perjuangan diawali dengan kekediaman kepala sekolah yang berjarak 15 km, ko kekediaman kepala sekolah ini mungkin pertanyaan pembaca, mungkin saja kalau kepala sekolahnya jarang masuk kesekolah. Perjuangan dilanjutkan kekediaman pengawas sekolah yang berjarak 20 km hanya sekedar minta S3, ini juga harusnya tidak ada andaikan pengawas sekolah selalu aktif melakuan kunjungan kesekolah-sekolah. Perjuangan kembali dilanjutkan ke kantor UPTD yang berjarak 17km untuk minta rekomendasi UPT yang menjadi persyaratan bagi guru yang ingin usul dupak. (catatan: setiap kunjuangan selau angpau)

Perjuangan belum berakhir karena ini hanya permulaan dari perjuangan guru yang hanya ingin mendapatkan haknya, perjuangan selanjutnya menyerahkan berkas usul dupak ke kasubak kepegawaian diknas yang berjarak 40km sangat berat memang bagi seorang perempuan, dilanjutkan dengan usul pangkat ke BKD disini kembali dihadapkan dengan birokrasi yang super rumit berbelit-belit, penyesuaian ijazah yang dulu bisa dengan ijin belajar sekarang harus diwajibkan ujian dinas penyesuaian ijazah yang memberatkan guru harus membayar 300rb untuk boleh ikut dan tempat tes dibanjarbaru juaga merupakan perjuangan yang sangat berat bagi ibu-ibu yang jauh dari suami, perjuangan belum berakhir Sampai disini,..

Jumat, 04 November 2011

uang sertifikasi guru

Kawan-kawan Bpk/Ibu Guru seluruh Indonesia yang tidak sempat Nonton Mentro TV atau jaringan Mentro TV tidak terjangkau ke Tempatnya, ada berita Penting dari MENDIKBUD/MENDIKNAS.

Bahwa MENDIKBUD/MENDIKNAS telah mendengar adanya Potongan/tBayar atau Pembayaran di Cicil atau di Lenyapkan beberapa bulan UANG SERTIFIKASI GURU oleh Kepala Dinas setempat atau Pemda Provinsi atau Pemda Kabupaten/Kota dimana Bpk/Ibu berada.

Maka MENDIKBUD/MENDIKNAS membuka POSKO PENGADUAN ke Nomor:

(021) 9393 1500 untuk Pengaduan langsung via Telp
(021) 5733 125 Pengaduan via Faximile
0811 97 6929 Pengaduan via SMS

Nomor Telp/Fax/Hp ini kami catat dari Texs Head Line Metro TV Pagi ini Jum’at 4 November 2011

Ternyata apa yang kita teriakkan di Jejaring Sosial ini di tanggapi Positif oleh MENDIKBUD/MENDIKNAS.

Walaupun beberapa hari belakangan ini kita saling buka borok dan saling caci maki, saling salah menyalahkan diantara kita, Ternyata sangat besar mamfaatnya buat kita bersama.

Untuk itu marilah kita semua jangan lagi menutup-nutupi kejelekan dan kelemahan Baik dilingkungan Lembaga Pendidikan atau tindakan semena-mena kepada kita guru-guru dari Pimpinan (Kepala Sekolah-Kepala Dinas-Pemda Setempat).

Silahkan menghubungi nomor diatas kalau ada kawan-kawan Guru yang di rugikan Uang SERTIFIKASINYA.